April 6, 2011

Rahasia Dibalik Senyum Monalisa

Siapa yang tak terpesona dengan lukisan 'Mona Lisa Smile'? Sejumlah ilmuwan seni asal Prancis berhasil memecahkan sejumlah rahasia di balik pesona karya legendaris Leonardo da Vinci itu.

Para pakar dari Pusat Penelitian dan Restorasi Museum Prancis itu menemukan bahwa lukisan da Vinci dilakukan dengan teknik lapis ekstratipis. Da Vinci menerapkan 30 lapisan untuk lukisannya yang mengagumkan. Setiap lapis hanya setebal 40 mikrometer, setengah dari ketebalan rambut.

"Teknik itu disebut sfumato," kat salah satu peneliti, Philippe Walter. Teknik itulah yang membuat da Vinci berhasil menciptakan ilusi dan bayangan menakjubkan dalam lukisannya.

Tak hanya lukisan 'Mona Lisa Smile', tim juga meneliti enam lukisan karya da Vinci lainnya yang seluruhnya tersimpan di museum Louvre. Penelitian dilakukan dengan teknis X-ray fluorescence spectroscopy untuk mempelajari lapisan cat dan komposisi kimianya.

Mereka membawa peralatan berteknologi tinggi itu ke museum saat tutup dan mengamati wajah potret ', yang merupakan simbol dari Sfumato. Proyek ini dikembangkan melalui kerjasama dengan European Synchrotron Radiation Facility di Grenoble.

"Sekarang kita bisa mengetahui campuran pigmen yang digunakan da Vinci untuk setiap lapisan lukisannya," kata Walter. "Dan, itu sangat, sangat penting untuk memahami teknik ini."

Analisis dari sejumlah lukisan itu mengungkap bahwa da Vinci terus mencoba metode baru dalam setiap karyanya. Dalam 'Mona Lisa Smile', da Vinci menggunakan oksida mangan untuk menciptakan dimensi. Ia juga menggunakan tembaga, bahkan glasir.

Catatan sejarah mengungkap, 'Mona Lisa Smile' adalah lukisan Lisa Gherardini, istri Francesco del Giocondo, seorang pedagang asal Florence. Da Vinci mulai melukis itu pada tahun 1503. Giorgio Vasari, pelukis abad ke-16 dan penulis biografi da Vinci dan seniman lainnya, menulis bahwa da Vinci menyempurnakan lukisan itu selama empat tahun.

Bongkar Kuburan, Demi Kuak Misteri Mona Lisa

Tak ada lukisan di dunia yang semisterius Mona Lisa. Masterpiece karya Leonardo Da Vinci ini diyakini menyimpan banyak simbol tersembunyi: dari simbol 'LV' di matanya, angka '72 di lengkung jembatan di latar lukisan, sampai senyumannya yang jadi teka-teki. Yang juga tak kalah bikin penasaran, siapa sebenarnya orang yang dijadikan model lukisan ini.

Ilmuwan dan investigator seni berjuang keras untuk memecahkan misteri ini. Mereka bahkan berencana melakukan aksi nekad: membongkar kuburan Lisa Gherardini Del Giocondo di Biara Saint Orsola, Florence -- mengambil DNA-nya, dan merekonstruksi wajahnya.

Tim ilmuwan ini dipimpin Silvano Vinceti, investigator seni yang dijuluki 'Indiana Jones modern'. Tim ini berangkat dari dugan kuat bahwa bangsawan Lisa Gherardini adalah sosok di balik senyum misterius Mona Lisa -- lukisan berusia 500 tahun yang paling dikenal di seluruh dunia.

"Survei awal dari bangunan itu mengungkap keberadaan ruangan bawah tanah berusia 500 tahun. Kami yakin, itu adalah lokasi peristirahatan Lisa Gherardini, yang menginspirasi lukisan Mona Lisa," kata Vinceti, seperti dimuat Daily Mail, Rabu 6 April 2011.

"Kami akan mengkomparasikan DNA yang ditemukan dari tulang-belulang dengan DNA dua jasad lain di dua gereja berbeda di Florence -- di mana dua anak Lisa Gherardini dimakamkan."

Lisa Gheradini, yang meninggal pada 1542, adalah istri seorang saudagar sutra kaya bernama Francesco del Giocondo. Di Italia, lukisan Mona Lisa dikenal sebagai La Gioconda.

Sebelumnya, para sejarawan telah menemukan sertifikat kematiannya yang memberi informasi lokasi kuburan itu, namun ada kekhawatiran bahwa setelah 500 tahun, ruang bawah tanah itu mungkin telah bergeser.

Kekhawatiran lain, penduduk lokal memberikan informasi pada tim bahwa, 30 tahun lalu reruntuhan biara tersebut dibuldozer dan berubah menjadi tempat pembuangan sampah.

Penggalian yang akan dimulai akhir bulan ini mendapat dukungan dari Dewan Florence.

Ini bukan kali pertama Profesor Vinceti membongkar kuburan untuk menyibak misteri. Ia pernah menggunakan teknik yang sama mencari dan mengidentifikasi jasad Caravaggio, salah satu master Renaissance.

Vincenti juga yang menguak pesan tersembunyi di mata Mona Lisa setelah memeriksanya dengan kaca pembesar super.

Untuk diketahui, Da Vinci mulai melukis Mona Lisa di tahun 1503 atau 1504 dan menyelesaikannya pada tahun 1519, tak lama setelah ia pindah ke Prancis, dan lalu meninggal dunia.

Pada Agustus 1911 lukisan itu sempat dicuri oleh seorang karyawan di Louvre yang berasal dari Italia. Si pencuri merasa, Mona Lisa harus dipulangkan ke tanah airnya: Italia.

Tak hanya dicuri, Mona Lisa juga mengalami serangan vandalisme pada tahun 1956. Sejak itu, Mona Lisa dipamerkan di balik kaca anti peluru - yang melindunginya dari serangan terakhir tahun lalu ketika seorang wanita Rusia marah karena permohonan menjadi warga negara Prancisnya ditolak -- melemparkan cangkir teh ke arah Mona Lisa.

Riset: Senyum Palsu, Biang Keladi Depresi

Senyum ramah dalam pekerjaan bisa membuat produktivitas kerja malah menyusut.
Bila tuntutan pekerjaan mengharuskan Anda untuk terus tersenyum, berhati-hatilah. Anda mungkin harus berpikir ulang sebelum mengobral senyum kepada orang lain, bahkan kepada pelanggan atau klien penting perusahaan Anda.

Sebagai salah satu bentuk kesopanan atau tuntutan kerja, seringkali kita berusaha untuk tersenyum kepada orang lain. Namun, berdasarkan sebuah penelitian, ternyata senyum yang dipaksakan malah justru tak baik untuk kejiwaan maupun etos kerja.

Ini tentu saja berlawanan dengan maksud kebijakan banyak perusahaan. Biasanya, karyawan-karyawan perusahaan transportasi umum, pertokoan, bank-bank, serta bagian call center di setiap perusahaan, diwajibkan untuk selalu tersenyum kepada pelanggan mereka.

"Perusahaan-perusahaan mungkin mengira dengan menyuruh karyawan mereka tersenyum, akan berakibat baik bagi organisasi mereka. Tapi tak selalu begitu," kata Brent Scott, pemimpin riset yang juga Asisten Profesor pada Michigan State University AS.

Riset tersebut meneliti sekelompok pengemudi bus selama lebih dari dua pekan. Para peneliti mengamati efek dari penampakan senyum dengan kondisi emosi mereka. Hasil riset menunjukkan bahwa melempar senyum yang dibuat-buat alias senyum palsu, ternyata justru bisa membuat seseorang menjadi tertekan.

Senyum palsu bisa memperburuk mood dan bahkan bisa membuat produktivitas kerja seseorang menyusut. Sementara itu, ketika seorang karyawan tersenyum karena gembira karena mendapatkan pikiran yang positif--misalnya ketika mereka menghadapi hari libur--justru bisa meningkatkan mood dan membuat mereka lebih efisien dalam bekerja.

Situasi ini akan semakin membekas pada pekerja wanita. Ketika mereka tersenyum di saat merasakan emosi yang negatif, ini justru akan membahayakan kondisi emosional mereka. "Saat melakukan akting permukaan, wanita akan menerima efek yang lebih daripada pria. Emosi mereka bisa lebih buruk," kata Scott.

Tapi, bila karyawan wanita itu bisa menghayati senyuman mereka saat bekerja, mood mereka memang bisa semakin meningkat dan mereka bisa menekan depresi yang mereka alami.

Diperkirakan, ini tak lepas dari intensitas emosional dan tingkat ekspresi yang lebih besar, yang dimiliki oleh wanita ketimbang pria.

Walau demikian, Scott mengingatkan efek jangka panjangnya. Walaupun akting senyum yang lebih dihayati bisa meningkatkan mood dalam jangka pendek, tapi bila dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama, bisa membuat seseorang merasa tidak otentik.

"Mungkin Anda berusaha untuk menanamkan emosi positif pada diri Anda. Namun, pada akhirnya, Anda mungkin akan merasa bahwa itu bukan diri Anda lagi," ujar Scott.

Pada Usia Berapa Manusia Merasa Bahagia?

Saat berusia 30 tahun, manusia merasa bahagia. Namun kadarnya hanya “rata-rata bahagia”.
Menurut penelitian terbaru yang dilakukan terhadap manusia berusia lanjut, dewasa, hingga remaja, terungkap bahwa mereka yang telah berumur lah yang merasa paling bahagia. Bukan mereka yang berusia lebih muda.

Adapun puncak di mana manusia merasa paling bahagia dalam hidupnya adalah ketika mereka berusia 80 tahun.

Temuan itu diungkapkan oleh Lewis Wolpert, seorang profesor asal University College London, Inggris. Sebagai bagian dari penelitiannya, Lewis melakukan survey terhadap 350 ribu orang.

Hasilnya, Lewis menemukan, mereka yang berusia 30 tahun ke bawah memang merasakan bahagia. Namun kadarnya hanya “rata-rata bahagia”. Akan tetapi, tingkat kebahagiaan menurun saat mereka masuk ke tahapan usia berikutnya, ketika mereka harus menghidupi keluarga mereka.

“Dengan berkurangnya tanggungjawab setelah mereka melampaui usia 40 tahunan, tingkat kebahagiaan kembali meningkat,” kata Wolpert, seperti dikutip dari MedIndia, 29 Maret 2011. “Trennya terus naik dan kebahagiaan mencapai puncaknya saat mereka berusia 70 dan 80 tahun,” ucapnya.

Dimulai dari pertengahan 40 tahunan, kata Wolpert, orang juga cenderung menjadi lebih ceria dan optimis. Dan tren ini mencapai titik maksimumnya di usia akhir 70 atau 80. Temuan tersebut dipublikasikan di jurnal American National Academy of Sciences.