Tiap pagi, ku lihat dirimu.
Indah sempurna, bagai malaikat.
Kaulah mahakarya Tuhan yang terelok.
Tak dapat kutemukan satu cela pun darimu.
.
Senyummu sihir aku.
Tatap matamu buatku terpana.
Suaramu mendetakkan jantungku lebih cepat.
Ah, begitu sempurna kau dimataku.
.
Aku tak peduli kata mereka.
Bisikan sumbang tentangmu.
Bagiku, hanya angin lalu.
Karena kaulah makhluk terindah.
.
Memandangmu adalah kebiasaanku.
Mengawasimu adalah kegemaranku.
Aku sadar, semua tetap saja sia-sia.
Tapi, begitu sulit lepaskanmu.
.
Tidak, aku bahkan tak mau melepasmu.
Dirimu terlalu berharga.
Entah aku gila, aku tak paham.
Kaulah penguasa hatiku.
.
Memelukmu adalah mimpiku.
Menyentuhmu adalah anganku.
Memilikimu adalah keinginanku.
Meski kutahu semuanya mustahil.
.
Entah kenapa kubiarkan diriku berharap.
Demi takdir, biarkan ku bermimpi.
Seolah memilikinya, seolah punyainya.
Biarpun hatiku kembali tersayat.
Biar airmataku menetes lagi.
.
Kenapa harus dia?
Yang jadi mentariku, mengapa?
Pada langit luas, kutanyakan semuanya.
Tapi, ia hanya diam membisu.
.
Oh, andaikan dia paham perasaanku.
Andai tak ada yang mustahil.
Andai langit dan bumi bisa bersatu.
Tapi, berjuta tetes airmata takkan mengabulkannya.
.
Memandangnya, hanya itu yang bisa kulakukan.
Bagai bunga yang merindukan sinar mentari.
Aku merindukan kehangatan.
Yang mustahil kudapatkan.
Bahkan mungkin, tak kudapat darimu.
Indah sempurna, bagai malaikat.
Kaulah mahakarya Tuhan yang terelok.
Tak dapat kutemukan satu cela pun darimu.
.
Senyummu sihir aku.
Tatap matamu buatku terpana.
Suaramu mendetakkan jantungku lebih cepat.
Ah, begitu sempurna kau dimataku.
.
Aku tak peduli kata mereka.
Bisikan sumbang tentangmu.
Bagiku, hanya angin lalu.
Karena kaulah makhluk terindah.
.
Memandangmu adalah kebiasaanku.
Mengawasimu adalah kegemaranku.
Aku sadar, semua tetap saja sia-sia.
Tapi, begitu sulit lepaskanmu.
.
Tidak, aku bahkan tak mau melepasmu.
Dirimu terlalu berharga.
Entah aku gila, aku tak paham.
Kaulah penguasa hatiku.
.
Memelukmu adalah mimpiku.
Menyentuhmu adalah anganku.
Memilikimu adalah keinginanku.
Meski kutahu semuanya mustahil.
.
Entah kenapa kubiarkan diriku berharap.
Demi takdir, biarkan ku bermimpi.
Seolah memilikinya, seolah punyainya.
Biarpun hatiku kembali tersayat.
Biar airmataku menetes lagi.
.
Kenapa harus dia?
Yang jadi mentariku, mengapa?
Pada langit luas, kutanyakan semuanya.
Tapi, ia hanya diam membisu.
.
Oh, andaikan dia paham perasaanku.
Andai tak ada yang mustahil.
Andai langit dan bumi bisa bersatu.
Tapi, berjuta tetes airmata takkan mengabulkannya.
.
Memandangnya, hanya itu yang bisa kulakukan.
Bagai bunga yang merindukan sinar mentari.
Aku merindukan kehangatan.
Yang mustahil kudapatkan.
Bahkan mungkin, tak kudapat darimu.